Jumat, 24 Agustus 2007

CORRUPTION UNDERCOVER

I

Hei, lo mau nyuruh gue korupsi!!

Seperti biasa gue selalu minta bon ketika mengisi bensin motor gue. Yah…, seperti biasa juga bon bensin ini gue serahkan ke sekretaris redaksi untuk diklaim. Seperti biasa gue selalu mengingatkan petugas pom bensin agar mencatat bon itu dengan semestinya. Tapi sekali waktu gue lupa dengan kebiasaan itu, petugas pom bensin itu dengan tampang tanpa dosa menyerahkan bon kosong kepada gue. Kontan aja gue teriak ,”Hei, lo mau nyuruh gue korupsi!!!”. Dengan senyum kecut petugas pom bensin itu kemudian mengambil bon itu dari tangan gue dan mencatat bon itu. Hmmm…, petugas pom bensin aja memberi ruang kepada kita untuk korupsi.

II

Kuitansinya dilebihin mbak?

Waktu itu gue nemenin cewek gue ke klinik karena dia demam tinggi. Setelah diperiksa dokter dan dinyatakan positif typhoid alias tipus, kami pergi ke kasir untuk menebus resep. Petugas kasir kemudian menanyakan kepada cewek gue, “Kuitansinya dilebihin mbak?”. Syukurlah, cewek gue gak punya bakat koruptor, dia kemudian mengatakan ,“nggak usah mbak”.

III

Perlu dibantu?

Waktu itu sang Presiden berjanji untuk memberantas pungli. Pada saat yang sama teman baik gue , Goro dan Jimi lagi kesal karena mereka masing-masing telah habis Rp.600.000,- untuk mendapat SIM C, padahal tarif resmi untuk SIM C Cuma Rp.90.000,-. Entah mengapa kebetulan sekali, besoknya gue dapat tugas dari koordinator liputan gue untuk memantau pelayanan pembuatan SIM di Samsat DKI Daan Mogot. Pagi-pagi sekali gue arahkan “supri” ( nama panggilan untuk motor gue) ke Daan Mogot. Semsampainya di sana gue sudah ditodong oleh petugas parkir dengan kalimat, ”mo buat SIM boss, perlu dibantu?”. Gue kemudian jawab “makasih mas, sudah ada yang bantu koq”. Bukan hanya itu, ketika gue lagi parkirin motor gue, seorang ibu penjual pensil menghampiri gue dengan kalimat yang sama,”perlu saya bantu mas”. Gue jawab lagi,”ndak usah bu,terima kasih”. Sayang gue gak bisa menelisik lebih jauh praktek-praktek jahanam itu karena gue harus on air untuk laporan tanya jawab dengan penyiar. Gue ungkapkan aja semua yang terjadi di halaman gedung Samsat itu. Dari tukang parkir, tukang jual pensil, penjaga WC umum semuanya rangkap jabatan sebagai calo. Sayang gue belum sempat tahu apa yang terjadi di dalam gedung Samsat itu sehingga Jimi dan Goro harus habis banyak uang untuk mendapatkan SIM yang seharusnya merupakan hak mereka sebagai warga negara.

IV

Dipalak untuk mendapatkan hak

Suatu hari gue meliput acara diskusi di sebuah kafe. Begitu gue masuk ke kafe itu seorang wakil rakyat sedang berbicara. Si wakil rakyat ini berkata,”Kalau lagi bikin SIM anda dimintain duit itu bukan korupsi karena saat itu anda sedang berjuang mendapatkan hak anda, itu ada dalilnya”. Begitu gue dengar bacot gue yang sering tak bisa dijaga ini kemudian berkata “gawat, masa kita harus dipalak untuk dapetin hak kita!!”.

Tidak ada komentar: